Pengalaman ke Gaza

Ada satu keinginan saya yang agak nyeleneh. Setiap melihat ada berita tentang Gaza di Palestina, saya berkeinginan untuk menginjakkan kaki ke sana. Saya tahu keinginan saya itu seperti mustahil. Bagaimana tidak? Gaza itu wilayah perang, betapa tidak mungkin saya pergi ke sana. Tapi entah kenapa, getaran Gaza itu selalu berada dalam benak saya setiap saya membaca dan melihat kabar tentang Gaza.

Awalnya saya juga tidak menyangka, jika ilmu magnet rezeki bisa bekerja sampai hal yang mustahil sekali pun. Tapi, ajaibnya, magnet rezeki kembali bekerja. Akhirnya, Oktober 2012 saya menginjakkan kaki di bumi Gaza, Palestina.

Proses menuju Gaza penuh kisah-kisah ajaib. Suatu saat saya ditugaskan untuk menemani jemaah berziarah ke Masjid Al-Aqsha di Tepi Barat, Palestina. Tepi Barat dan Gaza itu keduanya wilayah 
Palestina, namun terpisah oleh wilayah Israel. Tepi Barat di utara, sementara Gaza di selatan.
Saya pun membacakan sepotong ayat dari awal Surah Al-Isro

“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya di waktu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha”. Dia kembali memeluk saya dengan erat.

Ajaib… iPhone itu merekam di Masjidil Aqsha, terjatuh di Masjid Nabawi dan bertemu kembali di Masjidil Haram. Sebuah rangkaian cerita yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.

Beberapa bulan kemudian, saya kedatangan tamu di rumah saya di Depok. Tamu tersebut adalah suami dari sahabat istri saya yang sedang berkunjung, juga kakak kelas saya di FMIPA UI. Kami saling bertanya aktivitas dan ternyata beliau bertugas menyalurkan bantuan ke Gaza. Waaah, pucuk dicinta ulam pun tiba, begitu kata pepatah Melayu.

Akhirnya saya meminta diikutkan dalam rombongannya. Beliau menyetujui dengan beberapa syarat yang saya bisa memenuhinya. Akhirnya, sampailah saya di sebuah kota yang sepertinya mustahil saat ini untuk kembali lagi ke sana.

Magnet rezeki bekerja. Pada sesuatu yang
nyeleneh sekalipun.

Saat ditugaskan ke Tepi Barat saya sebenarnya tidak terlalu antusias. Tapi karena tugas, akhirnya saya jalankan. Sebelum berangkat, saya membekali diri dengan sebuah kamera kecil yang bisa mengambil gambar dengan cepat baik foto maupun video.

Pilihan saya jatuh pada iPhone, agar kameranya tidak terlalu mencolok ketika mengambil gambar dan setelah itu saya bisa gunakan sebagai alat komunikasi tambahan saya. Proses membeli iPhone itu maju mundur, karena berpikir harganya mahal sekali. Apakah dengan harga segitu mahal, saya bisa mendapatkan manfaat yang maksimal. Akhirnya setelah maju mundur sekian lama, iPhone itu menjadi bekal saya menuju perjalanan ke Masjidil Aqsha.

Setelah selesai dari Masjidil Aqsha, dan berhasil mendapatkan banyak dokumentasi, saya berangkat menuju Madinah untuk mengantar jemaah melaksanakan ziarah dan umrah.

Di suatu Magrib, iPhone kesayangan saya itu ternyata terjatuh. Wah, betapa menyesal saya, karena sebagian besar foto dan video masih ada di sana dan belum saya pindahkan ke laptop. Tapi saya menjalankan prinsip magnet rezeki dengan tetap positif. Saya tetap mencari dengan tenang, bertanya kepada petugas kepolisian dan menuliskan pesan di nomor tersebut agar yang menemukan bisa mengembalikan.

Di hari ketiga di Madinah, ada telepon masuk, saat saya sudah bersiap menuju kota Mekkah. Ada orang yang menemukan iPhone saya dan mau mengembalikan. Karena kami sesama pendatang, akhirnya kami janjian untuk bertemu di Masjidil Haram di depan Ka’bah di waktu ba’da Magrib.

Alangkah terkejutnya saya, ketika bertemu dengan orang baik hati yang mau mengembalikan iPhone saya itu, ternyata penemunya adalah warga Gaza. Kami berpelukan dan dia menangis. Ternyata beliau terharu melihat foto saya yang berada di Masjidil Aqsha. Beliau orang Palestina, tapi tidak bisa ke Masjidil Aqsha sementara saya orang jauh dari Timur, bisa mendatangi masjid mulia tersebut.
Dengan semua pengalaman hidup yang saya alami, saya ingin sekali keajaiban ini juga bisa datang kepada Anda. Agar ilmu magnet rezeki bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Agar ilmu ini bisa dicerna oleh seluas mungkin orang, maka saya mencoba untuk meneliti tentang keajaiban ini. Saya berpikir, pasti pengalaman saya ini bukan hanya saya yang mengalaminya, banyak orang yang juga sudah mengalami. Karena saya berlatar belakang sains, saya memerlukan jawaban dan penjelasan ilmiah mengenai keajaiban-keajaiban tersebut.

Puluhan buku saya baca, ratusan halaman internet saya
browsing, dan akhirnya alhamdulillah saya merasa mengetahui cara terbaik dalam men-sharing-kan keajaiban ini kepada Anda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Apartemen